
Hujan..
Bicara
tentang hujan membuatku ingat akan masa kecilku, aku yang
dulu begitu sangat menyukai hujan kini telah berubah semenjak
aku beranjak
dewasa. Saat dahulu aku sering menatap dan berbicara kepada langit
yang mendung diatap rumah atau diatas pohon rambutan pamanku, sambil
membayangkan bagaimana hujan bisa turun dari atas sana.
Aku yang
masih bingung dan tidak mengerti akan hal itu, lalu aku bertanya pada
kerabatku. Dina namanya, karib kecilku yang sangat pendiam. Berbeda
dengan diriku yang pecicilan dan cerewet. Terkadang kita berdua
bertengkar karena Dina selalu banyak diam dan aku tidak suka diam..
"Din.. Kok air bisa turun dari awan? Kok bisa sih jadi
ujan? Emangnye
diatas awan tuh ada kali ye? Atau kali nye tumpah banjir ye?" Tanyaku
pada Dina. Lalu Dina hanya menjawab "Aku gak tau yol".
Aku yang
masih sangat penasaran mencoba untuk ingin mengetahui.
Bagiku, hujan adalah hal yang paling indah yang Tuhan takdirkan jatuh kebumi secara bersamaan. Air yang membuat aku bisa merasakan kesenangan yang tulus & polos, air yang bisa membuat aku menari-nari dibawah keroyokan air yang mengenai tubuhku.
Bagiku, hujan adalah hal yang paling indah yang Tuhan takdirkan jatuh kebumi secara bersamaan. Air yang membuat aku bisa merasakan kesenangan yang tulus & polos, air yang bisa membuat aku menari-nari dibawah keroyokan air yang mengenai tubuhku.
Ya,
memang aku suka hujan-hujanan, bahkan sampai
sakitpun aku tetap menikmati air hujan. Tak lupa, mamahku selalu
memarahiku dan menarik telingaku menentengku ke kamar mandi ketika
selepas aku bermain dengan baju yang basah dan kotor. Entah kenapa
aku begitu suka main air, bahkan hampir setiap hari aku
selalu bermain
dikali atau selokan masjid dekat rumahku. Ketika itu, aku tidak
pernah merasa jijik ataupun merasa jorok. Yang aku rasakan hanyalah
rasa senang dan imajinasi yang tinggi, seolah-olah aku
adalah 'seorang
putri' yang sedang memanjakan diri ditepi sungai layaknya kartun
yang sering aku lihat dipagi hari sebelum aku beranjak kesekolah.
"Kebiasaan main dikali terus nih anak", teriak
mamahku
sambil menunjukan wajah yang kesal. Tetapi aku tidak pernah menangis ketika mamahku memarahiku. Karna bagiku, aku hanya melakukan apa yang aku suka.
Aku selalu mengharapkan hujan datang tanpa membawa petir dan kilat, aku selalu mengharapkan ada pelangi setelah hujan. Saat itu aku hanyalah bocah kecil yang selalu menganggap diriku puteri nan cantik yang hidup penuh imajinasi & khayalan tingkat tinggi.
Nyatanya, ketika aku beranjak dewasa hujan selalu hadir ketika hatiku sedang merasa kecewa. Berbalik dengan halnya saat aku masih kecil. Menagis dibawah derasnya hujan saat itu, aku mulai menyadari bahwa aku tidak lagi menyukainya, hati dan pikiranku tidak lagi sama dengan suasana hujan disiang itu. Menangis sejadi-jadinya mengeluarkan amarahku, kekesalanku, kekecewaanku. Serasa hujan mengabaikanku, hujan disiang itu tidak mengeluarkan keindahannya selepas hujan pergi. Pelangi yang aku harapkan tidak muncul lagi. kata orang bahwa akan ada kebahagiaan dibalik tangisan, tetapi aku tidak menemukannya.
sambil menunjukan wajah yang kesal. Tetapi aku tidak pernah menangis ketika mamahku memarahiku. Karna bagiku, aku hanya melakukan apa yang aku suka.
Aku selalu mengharapkan hujan datang tanpa membawa petir dan kilat, aku selalu mengharapkan ada pelangi setelah hujan. Saat itu aku hanyalah bocah kecil yang selalu menganggap diriku puteri nan cantik yang hidup penuh imajinasi & khayalan tingkat tinggi.
Nyatanya, ketika aku beranjak dewasa hujan selalu hadir ketika hatiku sedang merasa kecewa. Berbalik dengan halnya saat aku masih kecil. Menagis dibawah derasnya hujan saat itu, aku mulai menyadari bahwa aku tidak lagi menyukainya, hati dan pikiranku tidak lagi sama dengan suasana hujan disiang itu. Menangis sejadi-jadinya mengeluarkan amarahku, kekesalanku, kekecewaanku. Serasa hujan mengabaikanku, hujan disiang itu tidak mengeluarkan keindahannya selepas hujan pergi. Pelangi yang aku harapkan tidak muncul lagi. kata orang bahwa akan ada kebahagiaan dibalik tangisan, tetapi aku tidak menemukannya.
Lalu
dimana pelangi itu bersembunyi? Entahlah.. aku tidak mengetahuinya.
Sudah
lama aku tidak merasakan bersenang-senang dibawah hujan. Sudah
beberapa tahun silam aku melupakan ‘diriku’ yang sebenarnya.
Sudah lama ‘jiwaku’ menghilang dan beganti dengan jiwa yang baru.
Jiwa yang sangat asing dan jauh berbeda. Bahkan aku dan orang-orang
terdekatku tidak mengenal sosok diriku. Karena jiwaku telah berubah,
dirubah dengan seseoang yang telah membuatku ‘hancur’.
Hingga
tepat di hari ini, sore hari yang beberapa jam lagi mendekati senja.
Aku mencoba memahami dan mengubah asumsi yang ada dipikiranku,
mengapa aku tidak lagi menyukai hujan. Ternyata saat aku telaah
semua, aku mencoba mendroktrin otakku, bahwa disaat aku menangis
hujan juga menangis, seolah-olah ia merasakan kesedihan yang sama
padaku. Aku kembali mencoba merasakan hembusan angin yang menyapaku
dengan jutaan rindu, dan akupun mencoba menikmati disetiap
hembusannya. Ada yang mengetuk-ngetuk layaknya tamu, ada yang masuk
kedalam hati, ada rasa nyaman disana yang membuatku tersenyum
seolah-olah manusia yang berdiri disana adalah patung. Hingga aku
lupa, bahwa aku sedang disamping orang yang mengembalikan aku kedunia
yang sebenarnya. Yang ada hanya aku, angin dan sedikit cipratan air
hujan yang mengenai wajahku, dan.. aku mulai merasakan jatuh cinta
lagi dengannya..
Walaupun
hujan pergi dan tidak menunjukan keindahan pelangi. Namun, hal itu
mengajarkan bahwa jatuh cinta (lagi) tidak perlu dengan hal yang
sempurna dan indah. Rasa nyaman pun sudah sangat cukup.
Semarang,
03 oktober 2016.
0 komentar:
Posting Komentar